Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal sebagai daerah yang kaya budaya dan sarat nilai-nilai lokal, termasuk dalam hal transportasi. Namun, di balik itu, masih ada kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, seperti bentor (becak motor).
Meskipun dianggap praktis, penggunaan bentor di wilayah DIY tidak diperbolehkan karena kendaraan tidak memenuhi standar keselamatan, administrasi, dan teknis sebagai angkutan umum.
Sebagai bentuk penegakan aturan dan pembinaan, Dinas Perhubungan (Dishub) DIY telah melakukan berbagai langkah konkret dalam menertibkan keberadaan bentor dengan berpedoman pada sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan,
- Peraturan Daerah DIY Nomor 5 Tahun 2016 tentang tentang Moda Transportasi Tradisional Becak dan Andong
Tantangan dalam Menangani Bentor
Menertibkan bentor bukan perkara mudah. Di balik larangan operasionalnya, ada tantangan sosial, ekonomi, dan budaya yang cukup kompleks.
Sebagian besar pengemudi bentor merupakan masyarakat yang menggantungkan hidup dari hasil mengemudi sehari-hari. Banyak dari mereka dulunya pengemudi becak kayuh yang beralih ke bentor karena faktor usia, kondisi fisik, dan kebutuhan ekonomi.
Selain itu, bentor dianggap lebih cepat dan efisien dalam melayani penumpang dibandingkan becak kayuh, sehingga masih memiliki permintaan di lapangan.
Kondisi ini membuat penertiban bentor perlu dilakukan secara bertahap dan persuasif, agar tidak menimbulkan dampak sosial yang besar.
Kurangnya alternatif pekerjaan yang layak serta masih terbatasnya program pengalihan profesi juga menjadi kendala mengapa bentor sulit ditertibkan.
Langkah Dishub DIY dalam Menangani Bentor
1. Sosialisasi dan Edukasi kepada Masyarakat di Media Sosial
Melalui media sosial, Dishub DIY melakukan sosialiasi berupa pengertian bahwa bentor bukanlah angkutan umum, melainkan kendaraan modifikasi. Baik motor yang dimodifikasi ditambah rangka becak, maupun becak yang ditambahkan rangka motor. Sehingga, fungsinya sebagai angkutan umum atau kendaraan roda dua tidak lagi berlaku.
2. Pendataan dan Pemantauan Lapangan
Dishub DIY turut serta melakukan pendataan jumlah dan persebaran bentor serta paguyuban bentor di berbagai wilayah DIY. Langkah ini dilakukan untuk memantau aktivitas bentor serta menjadi dasar dalam perencanaan kebijakan penertiban dan pembinaan yang lebih terarah.
3. Pengadaan Becak Kayuh dengan Penguat Tenaga Listrik
Sebagai upaya mendukungan kawasan sumbu filosofi sebagai World Heritage dengan program Zero Emission, dan upaya menjaga kelestarian becak kayuh sesuai dengan Perda 5 tahun 2016, Dishub DIY melalui anggaran Dana Keistimewan menyediakan becak sejumlah 90 unit.
Program becak tersebut bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup pengemudi becak serta sebagai upaya untuk mereduksi keberadaan becak motor yang tidak sesuai dengan ketentuan Hukum.
4. Pembinaan
Selain menertibkan, Dishub DIY juga berupaya melakukan pendekatan humanis melalui pembinaan kepada para pengemudi bentor yang telah mendapatkan becak listrik.
Mereka diajak berdialog agar tidak beralih Kembali ke becak motor yang mulai dikembangkan oleh pemerintah daerah sebagai moda transportasi tradisional ramah lingkungan di Kawasan Malioboro.
5. Kampanye Penggunaan Becak Kayuh Bertenaga Alternatif
Dishub DIY juga melakukan kampanye untuk mendorong masyarakat agar beralih menggunakan becak kayuh atau becak listrik, dengan cara memaksimalkan unit yang sudah ada. Tujuannya agar masyarakat tidak lagi menggunakan becak motor yang tidak sesuai dengan regulasi.
Keberadaan bentor di DIY bukan sekadar persoalan transportasi, tetapi juga mencakup dimensi sosial dan ekonomi masyarakat.
Dishub DIY terus berupaya menyeimbangkan antara penegakan hukum dan empati sosial, agar penertiban bentor berjalan efektif tanpa mengabaikan kesejahteraan warga.
Dengan dukungan masyarakat, penertiban bentor diharapkan dapat menjadi langkah nyata menuju transportasi yang aman, tertib, berbudaya, dan ramah lingkungan di Daerah Istimewa Yogyakarta. ***