Accessibility Tools

Hebat! Dukung Gerakan Membaca, Pria Ini Ubah Becak Jadi Perpustakaan

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Belasan buku terjejer rapi, tertata dalam sebuah rak kecil yang terselip di belakang bangku penumpang.
Buku-buku ilmu pengetahuan, novel, buku motivasi, majalah hingga biografi tokoh terkenal ada dalam becak Sutopo.
Membaca adalah kebutuhan, jangan pernah berhenti membaca karena dari membaca manusia bisa berkembang mengikuti kemajuan zaman.


Nasihat itulah yang terlontar dari mulut Sutopo, saat ditemui Tribun Jogja di Jalan Bumijo, Jetis Kota Yogyakarta, Senin (10/7/2017) siang kemarin.
Sehari-harinya, pria berusia 70 tahun ini adalah seorang tukang becak yang biasa mangkal di sepanjang Jalan Bumijo, tepatnya di timur Bank BPD DIY.
Namun, di balik profesinya sebagai tukang becak, warga Cokrokusuman, Jetis Yogyakarta ini mungkin salah satu pendukung gerakan membaca yang dicanangkan pemerintah.
Becak milik Sutopo ini terbilang unik lain daripada yang lain. Memasuki tempat duduk penumpang, orang mungkin akan terkesima dengan tampilannya.
Belasan buku terjejer rapi, tertata dalam sebuah rak kecil yang terselip di belakang bangku penumpang. Buku-buku ilmu pengetahuan, novel, buku motivasi, majalah hingga biografi tokoh terkenal ada dalam becak Sutopo.
Sembari menunggangi becak Sutopo, penumpang yang jenuh akan keramaian jalanan bisa meminjam buku-buku yang ada di becak Sutopo.
Tenang, tak dipungut biaya sepeser pun. Hanya saja Sutopo mewanti-wanti agar buku-buku tersebut dijaga, sehingga bisa terus dibaca oleh orang lain.
Usut punya usut ternyata ide becak bernuansa perpustakaan ini, dia gunakan untuk mengikuti lomba desain becak yang dicanangkan Dinas Perhubungan DIY beberapa waktu lalu.
Ya, meskipun tidak mengantongi juara, setidaknya ide segar Sutopo diperhatikan dewan juri. Becak miliknya berhak membawa pulang uang pembinaan sebesar Rp 1,5 juta, lantaran satu-satunya tukang becak yang ikut dalam perlombaan tersebut.
Sutopo berujar apa yang dilakukannya semata untuk mendukung gerakan Indonesia membaca, sekaligus menularkan hobi membacanya kepada para penumpang.
"Meskipun saya tukang becak, setidaknya saya bisa ikut membantu mensukseskan program pemerintah Gerakan Indonesia Membaca," ujarnya.
Selain itu, dia menambahkan, dia memang gemar membaca buku sedari duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
Adapun buku-buku yang dia baca kala itu adalah buku-buku bela diri dan buku komik. "Ada nilai kepahlawanan dari buku tersebut, bahwa orang benar akan selalu mengalahkan orang jahat," terang pensiunan petugas sipil Kodim ini.
Bagi Sutopo membaca adalah sebuah kebutuhan. Lewat membaca pula manusia bisa berkembang mengikuti kemajuan jaman. Buku-buku yang dia bawa adalah beberapa koleksi pribadi, selain itu ada beberapa buku yang sengaja dia beli dengan uang pensiunnya.
"Ini buku terbaru saya, ada buku tentang Bung Karno, English Vocabulary, serta buku tentang kesehatan," katanya seraya memamerkan ketiga buku barunya.
Buku Bung Karno ini, kata dia, adalah buku yang banyak mengulas tentang kehidupan Bung Karno, dari lahir hingga dia meninggal.
"Buku ini sangat cocok buat mereka yang ingin mencari kebenaran kematian Soekarno," ulasnya.
Selain mengulas buku Soekarno, Sutopo juga menjelaskan tentang isi Alkitab yang sengaja ia bawa sebagai pedoman hidupnya.
"Kalau Alkitab ini saya bawa terus, saya baca setiap hari agar saya tidak menyimpang dari ajaran yang diajarkan agama saya," tambahnya.
Buku-buku yang dia bawa hampir semua dia kuasai cerita di dalamnya. Tak heran bila Sutopo bisa menerangkan jauh tentang isi masing-masing buku.
Tidak 'Ngoyo'
Sutopo mengaku sudah menarik becak sejak tahun 2004. Setelah pensiun dari dinasnya sebagai petugas sipil Kodim, pria tiga putra ini memilih melanjutkan hidup dengan mengayuh becak.
Meskipun dana pensiun tetap mengalir, namun dari penuturannya, selain mencari rejeki, lewat becak pula bisa berolahraga.
"Kalau cuma duduk-duduk di rumah, yang ada malah sakit-sakitan karena tubuh nggak pernah digerakkan. Becak ini saya beli seharga Rp 650 ribu," tambahnya.
Meskipun sempat ditentang oleh keluarganya, namun Sutopo kukuh untuk tetap mengayuh becak guna mengisi masa-masa tuanya. Namun, dalam sehari dia tidak terlalu ngoyo mengayuh becaknya.
"Kalau cuma sini sampai jalan AM Sangaji saja saya masih kuat bolak-balik tiga kali bawa penumpang. Lagi pula saya sudah punya langganan, jadi nggak usah terlalu dipaksakan," pungkasnya. (*/tribun jogja/hening wasisto)

 

Sumber : jogja.tribunnews.com


© 2024 Dinas Perhubungan D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.