Yogyakarta, 14 November 2023 – Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerima beragam saran dan dukungan dari sejumlah pihak terkait rencana penerapan bus listrik di Yogyakarta pada 2024 mendatang.
Berbagai pihak, mulai dari pakar hukum hingga Perusahaan Listrik Negara (PLN), menyampaikan pandangan mereka dalam acara Focus Group Discussion “Kajian Perencanaan dan Pengelolaan Bus Listrik dan Prasarana Pendukungnya di Kawasan Strategis” pada Selasa (14/11/2023).
Pakar hukum dari Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta, Yuniar Riza Hakiki, menjelaskan tentang dasar hukum penerapan bus listrik di Yogyakarta. Ia menuturkan, penerapan bus listrik di DIY berbeda dari daerah-daerah lain di Indonesia.
Yuniar menerangkan, penerapan bus listrik di Yogyakarta selain sebagai alat transportasi ramah lingkungan, juga bertujuan untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya di dalam kawasan Sumbu Filosofi.
"Penerapan bus listrik ini bagian dari upaya untuk merawat dan melestarikan kebudayaan terutama Sumbu Filosofi yang itu juga melewati jalan-jalan dan rute-rute yang bisa nanti dilalui bus listrik ini,” kata Yuniar yang hadir secara langsung atau luring di LPP Convention Hall, Selasa (14/11).
Ia mengatakan, dasar hukum penerapan bus listrik di Yogyakarta setidaknya mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan, serta UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
Selain itu, menurut Yuniar, Dinas Perhubungan DIY bisa mengusulkan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) sebagai dasar penyelenggaraan bus listrik. Ia menjelaskan, Gubernur DIY berhak untuk mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) terkait penerapan bus listrik.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 18 Ayat (6), Pasal 8 UU No 12 Tahun 2011 juncto UU No. 13 Tahun 2022, serta Pasal 65 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014.
"Bahwa Gubernur punya kewenangan untuk menyediakan jasa angkutan perkotaan skalipun itu berbasis energi baterai atau listrik. Sehingga Gubernur di sini memiliki kewenangan untuk membuat Pergub sebagai dasar hukum penyelenggaraan bus listrik," terangnya.
Yuniar menambahkan, DIY akan menjadi daerah pertama yang membuat Pergub terkait penerapan bus listrik, karena belum ada daerah lain di Indonesia yang membuat Pergub khusus untuk bus listrik.
“Belum ada satu pun daerah provinsi di Indonesia yang membentuk Pergub yang spesifik mengatur penyelenggaraan bus listrik,” tuturnya.
Ia memberi contoh, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menerapkan bus listrik berdasarkan Pergub DKI Jakarta No. 74 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Integrasi Angkutan Pengumpan Ke Dalam Sistem Bus Rapid Transit.
Ia pun menyarankan Dinas Perhubungan DIY untuk berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY terkait penyusunan dasar hukum penerapan bus listrik di DIY.
Senada, Kepala Departemen Integrasi PT Transjakarta Hardiansyah Pratama mengatakan bahwa penerapan bus listrik di Provinsi DKI Jakarta juga mengacu pada Pergub DKI No. 17 Tahun 2015 tentang Pengadaan Jasa Layanan Angkutan Umum Transportasi Jakarta.
Hardiansyah juga mengungkapkan tentang operasional bus listrik di DKI Jakarta. Ia menyebut, bus listrik ukuran 12 meter di DKI Jakarta menggunakan daya listrik 324 KWh karena menghindari pengisian baterai di tengah-tengah operasional.
Ia menerangkan, pengisian baterai bus listrik di Jakarta dilakukan pada malam hari saat bus kembali ke pool. Baterai yang diisi semalaman (overnight charging) tersebut mampu bertahan selama operasional bus dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.
Daya listrik atau kapasitas baterai, kata dia, juga akan berpengaruh pada harga unit bus listrik. Semakin tinggi daya listrik atau kapasitas baterai, maka akan semakin mahal harga bus listrik per unitnya.
“Ketika kapasitas baterainya lebih rendah maka dibutuhkan pengecasan di tengah operasional," kata Hardiansyah yang hadir secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Ia pun menyarankan Dinas Perhubungan DIY untuk mengkaji tentang kapasitas baterai bus listrik, sehingga dapat memperkirakan butuh atau tidaknya stasiun pengisian daya listrik di tengah kota. Sebab, di Jakarta ada keterbatasan kepemilikan lahan sehingga pihaknya memilih kapasitas baterai yang cukup besar agar tidak perlu membangun charging station (stasiun pengisian baterai) di tengah kota.
“Kalau di DIY masih mudah, saya sangat merekomendasikan untuk dikaji, apakah dengan kapasitas baterai yang rendah, dengan pola operasi yang di tengah hari itu tidak terlalu banyak pelaggan, bisa disandarkan busnya di tengah kota untuk pengecasan 1-2 jam menjadi 80 persen, itu mungkin bisa menjadi pertimbangan, agar harga bus lebih rendah,” sarannya.
Selain itu, Hardiansyah juga menyarankan agar Dinas Perhubungan DIY memperhatikan pengawasan serta pengelolaan bus listrik. Menurut dia, suplai energi bus listrik menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.
Terkait suplai energi bus listrik, Dinas Perhubungan DIY telah berkomunikasi secara intens dengan PT PLN UP3 Yogyakarta selama enam bulan terakhir.
Manager Unit Layanan Pelanggan (ULP) Wates PT PLN (Persero) UP3 Yogyakarta Ririn H mengatakan bahwa pihaknya siap menyediakan kebutuhan kelistrikan untuk operasional bus listrik di DIY.
"Kami di PLN berkomitmen untuk siap support terkait kebutuhan kelistrikan, untuk charger bus listrik," kata Ririn.
Ia menjelaskan, saat ini sudah ada tiga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di DIY yang terletak di tiga titik, yakni Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Kota Yogyakarta, ULP PLN Wates, dan Prambanan atau Kantor PLN Gedong Kuning.