Konsep Mobilitas Berkelanjutan dan Ide Penerapannya di Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Yogyakarta, 23 November 2023 – Apa yang dimaksud mobilitas berkelanjutan dan bagaimana sebaiknya penerapannya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), khususnya di kawasan Sumbu Filosofi?

Untuk menjawab pertanyaan itu, Dinas Perhubungan DIY menggelar sosialisasi dan diskusi bertema “Mobilitas Berkelanjutan di Kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta” pada Kamis (23/11/2023) dengan menghadirkan tiga pembicara yang terdiri dari praktisi, akademisi, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

Dinas Perhubungan DIY ingin mengajak seluruh pihak, termasuk para peserta yang terdiri dari mahasiswa program sarjana dan pascasarjana, untuk berdiskusi serta memberikan masukan terkait penerapan mobilitas berkelanjutan di DIY.

Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Professor Muhammad Zudhy Irawan, menjelaskan bahwa ada tiga indikator transportasi berkelanjutan, yaitu “Avoid”, “Shift”, dan “Improve”.

Avoid itu bagaimana kita sebisa mungkin mengurangi orang yang melakukan perjalanan,” terang Prof Zudhy di Aula Lantai 3 Kantor Dinas Perhubungan DIY, Kamis (23/11/2023).

Sementara itu, “shift” artinya berpindah ke moda-moda transportasi yang hemat, misalnya angkutan umum. Prof. Zudhy mengatakan, penerapan contra flow (jalur lawan arah) khusus bus Trans Jogja di Jalan Pasar Kembang, Yogyakarta juga termasuk bentuk dari “shift” dalam mobilitas berkelanjutan, karena mempermudah akses pengguna angkutan umum.

Kemudian, “improve” berarti menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi transportasi. Misalnya, penerapan Area Traffic Control System (ATCS) atau sistem pengendalian lalu lintas secara terkoordinasi berbasis teknologi informasi.

Prof. Zudhy menjelaskan bahwa konsep Mobility-Oriented Development (MOD) menekankan pada integrasi semua bentuk mobilitas.

MOD mengintegrasikan transportasi berbasis teknologi (seperti layanan berbagi mobil dan sepeda), infrastruktur untuk mobilitas aktif (seperti berjalan kaki dan bersepeda), dan solusi transportasi lainnya yang muncul dari inovasi teknologi.

Tujuan transportasi berkelanjutan, kata Prof. Zudhy, ialah meminimalkan dampak lingkungan, transportasi yang lebih hemat biaya dan efisien, serta mendukung kesejahteraan (wellbeing) masyarakat.

Prof. Zudhy menekankan, indikator transportasi berkelanjutan adalah adanya variasi transportasi. Ia pun mengusulkan adanya alat micromobility, misalnya skuter listrik, sepeda, dan sejenisnya di kawasan Sumbu Filosofi.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penyediaan lahan parkir khusus serta larangan parkir on street (parkir di pinggir jalan) di kawasan Malioboro untuk mewujudkan Sumbu Filosofi sebagai pedestrian area atau area pejalan kaki.

“Parkir ini krusial dalam perencanaan Sumbu Filosofi sebagai area pedestrian,” jelasnya dalam acara yang diselenggarakan secara luring dan daring itu.

Ia lantas menyarankan adanya penghapusan parkir on street yang diganti dengan parkir di tempat khusus parkir yang disediakan pemerintah.

Senada, arsitek sekaligus Urban Designer (Pendesain Tata Kota) Ardhyasa Fabrian Gusma menyatakan bahwa penataan kawasan Malioboro menuju area pedestrian hanya bisa diwujudkan apabila terdapat kawasan parkir terpadu, memprioritaskan para pejalan kaki, dan menggencarkan penggunaan alat transportasi tradisional seperti becak kayuh atau andong.

Ardhyasa juga menerangkan, desain Malioboro pada tahun 2014 sebenarnya menggunakan pendekatan tradisional yang kental dengan nilai budaya.

“Kami gambarkan Kraton Yogyakarta punya teras, yaitu Malioboro. Teras budaya adalah teras Kraton yang diisi budaya (baik tata ruang hingga jalan),” jelas pemenang Sayembara Penataan Kawasan Malioboro Tahun 2014 ini.

Untuk menjadikan kawasan Malioboro full pedestrian, kata Ardhyasa, pemerintah perlu tegas mengatur tentang parkir kendaraan.

Ia pun menyampaikan ide pengembangan tempat parkir Ngabean yang akan diperluas, sehingga dapat menampung bus-bus dan kendaraan bermotor di dalamnya.

Nantinya, kata Ardhyasa, Tempat Khusus Parkir Ngabean akan dijadikan sentra parkir, sehingga kawasan Sumbu Filosofi hanya akan dilalui kendaraan-kendaraan tradisional atau kendaraan rendah emisi.

Sejalan dengan ide penataan kawasan Sumbu Filosofi sebagai area bebas kendaraan bermotor, Sekretaris Komisi C DPRD DIY Amir Syarifudin berharap penataan wilayah tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Amir Syarifudin pun mengingatkan pentingnya kolaborasi Pemerintah Daerah DIY dengan Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menata kawasan Sumbu Filosofi.

“Saya melihat, untuk membangun DIY apalagi konteksnya di Sumbu Filosofi adalah keberlangsungan yang terus-menerus, hubungan Pemda DIY dengan Pemkot Yogyakarta harus satu frekuensi, jangan sampai tumpang tindih,” tegasnya.


© 2024 Dinas Perhubungan D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.