Accessibility Tools

Dinas Perhubungan DIY Gelar "NGOPI": Soroti Tantangan Pengendalian Kecepatan Lalu Lintas yang Berbudaya

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Yogyakarta – Dalam upaya menekan angka kecelakaan lalu lintas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Dinas Perhubungan (Dishub) DIY menggelar forum diskusi bertajuk NGOPI (Ngobrol Permasalahan Transportasi) dengan tema “Alon-Alon Waton Klakon: Budaya vs Kecepatan”. Acara ini dibuka oleh Kepala Dishub DIY, Chrestina Erni Widyastuti, S.E., M.Si. dan menghadirkan tiga narasumber utama yaitu Anggota Komisi C DPRD DIY Drs. H. Suwardi, Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan, A.T.D., M.Sc., dan Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub DIY Rizki Budi Utomo, S.T., M.T..

NGOPI dilaksanakan di Aula Dinas Perhubungan DIY secara luring dan daring pada Kamis, 24 Juli 2025, dengan peserta dari unsur instansi terkait, akademisi, komunitas, dan mahasiswa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), DIY mencatat 7.875 kasus kecelakaan lalu lintas pada tahun 2022, menjadikan DIY sebagai salah satu dari tujuh provinsi dengan angka kecelakaan tertinggi di Indonesia. Tingkat fatalitas di DIY mencapai 15,5 jiwa per 100.000 penduduk, tertinggi kedua nasional setelah Lampung.

Kecelakaan paling banyak dialami oleh kelompok usia 16–25 tahun, menunjukkan tingginya risiko bagi generasi muda di jalan raya. Salah satu ruas paling rawan di DIY adalah jalan Bantul–Srandakan, dengan dominasi kecelakaan jenis tabrak belakang, frontal, dan tunggal, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia seperti kecepatan berlebih dan manuver berbahaya.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Perhubungan DIY Chrestina Erni Widyastuti, menyambut baik para peserta dan narasumber. Ia mengawali dengan filosofi "Alon-alon Waton Kelakon," yang ia tafsirkan sebagai pentingnya kesabaran dan ketertiban dalam berkendara menuju tujuan.

"Bagaimana mengedukasi masyarakat untuk taat kepada rambu-rambu yang dipasang itu memang tidaklah mudah, Bapak, Ibu. Karena penginnya itu kita selalu cepat sampai kepada tujuan, tetapi kita tidak waspada pada peraturan-peraturan sehingga menimbulkan sesuatu kejadian di lalu lintasnya," ungkap Erni.

Erni berharap forum ini menjadi wadah interaktif untuk berbagi ide dan gagasan, serta menemukan langkah-langkah implementatif yang dapat menjadi contoh bagi daerah lain. Ia menekankan bahwa diskusi tidak boleh berhenti diforum ini, melainkan harus terus digelorakan melalui media sosial dan didukung oleh penegakan hukum di lapangan.

Anggota Komisi C DPRD DIY Suwardi menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam mendukung regulasi. Ia menyebut bahwa Perda DY Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan Di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang saat ini menjadi dasar pengelolaan lalu lintas sudah sangat lama dan memerlukan revisi yang relevan dengan perkembangan saat ini. DPRD siap mendukung dari sisi kebijakan, anggaran, dan pengawasan.

“Regulasi yang dibuat hanya akan efektif jika partisipasi masyarakat juga merasa memiliki,” tegas Suwardi.

Senior Investigator KNKT Ahmad Wildan menjelaskan konsep keselamatan sebagai terhindarnya seseorang dari risiko celaka akibat hazard. Menurutnya, hazard dapat diidentifikasi dan dimitigasi dengan dua cara: menghilangkan hazard (misalnya dengan meluruskan jalan atau membangun flyover/underpass) atau menurunkan risikonya (misalnya dengan peringatan rambu).

“Kalau kita tidak bisa hilangkan hazard-nya, maka turunkanlah risikonya,” ujar Wildan.

Wildan memaparkan bahwa kecelakaan di Indonesia banyak terjadi di jalan yang lurus, datar, dan mulus, bukan medan ekstrem. Hal ini dipicu oleh gap kecepatan antara kendaraan lambat seperti truk dan kendaraan pribadi yang jauh lebih cepat.

Di DIY jalur peralihan yang terlalu pendek, seringkali menyebabkan tabrakan depan-belakang di DIY. Beliau menyarankan agar crossing diubah menjadi merging (penggabungan) dengan menyediakan lajur peralihan yang memadai dan akses ke jalan utama dikendalikan dan perpindahan jalur hanya diperbolehkan di perempatan untuk mengurangi konflik.

Crossing itu konflik paling berbahaya. Kalau bisa, ubah jadi merging dengan lajur peralihan yang cukup,” jelas Wildan

Ia menambahkan bahwa pengaturan simpang, desain u-turn, dan pemasangan zebra cross yang tidak aman dapat menjadi "jebakan" bagi pengguna jalan, khususnya pejalan kaki.

Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY, Rizki Budi Utomo, memaparkan data statistik kecelakaan di DIY. Ia mengungkapkan bahwa 3-4 orang meninggal dunia setiap jamnya di jalanan Indonesia.

Dalam upaya mengendalikan kecepatan dan menekan risiko konflik kendaraan cepat vs lambat, Dishub beserta instansi terkait telah menutup 36 titik bukaan jalan di wilayah Ring Road.

“Bukaan yang terlalu pendek bisa berubah menjadi crossing yang berbahaya,” jelas Rizki.

Ia juga menyampaikan bahwa DIY adalah provinsi dengan rasio kecelakaan tertinggi kedua di Indonesia dan sepeda motor menjadi moda yang paling banyak terlibat kecelakaan.

Rizki menjelaskan bahwa 75% kasus tabrakan depan-belakang dan tunggal disebabkan oleh faktor manusia, seperti jarak terlalu dekat, kecepatan, dan kelalaian. Terdapat hubungan eksponensial antara kecepatan dan probabilitas kematian objek yang ditabrak; pada 60 km/jam, probabilitas kematian mencapai 70%.

Beliau mengusulkan konsep slow city, di mana kecepatan kendaraan harus semakin menurun saat memasuki wilayah kota, sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa.

Pada NGOPI ini juga menekankan pentingnya pendekatan berbasis budaya lokal. Prinsip “Alon-alon Waton Kelakon” dinilai relevan untuk membangun kesadaran masyarakat agar tidak mengutamakan kecepatan diatas keselamatan.

“Kita perlu strategi komunikasi publik yang efektif, bukan hanya sistem dan infrastruktur. Mengajak masyarakat untuk menghormati ruang bersama adalah bentuk unggah-ungguh dalam berlalu lintas,” tambah Rizki.

Melalui acara ini, Dishub DIY bersama DPRD dan KNKT berharap dapat merumuskan strategi pengendalian kecepatan kendaraan di jalan provinsi yang mencakup aspek regulasi, rekayasa lalu lintas, edukasi masyarakat, dan pendekatan budaya. Harapannya, Yogyakarta bisa menjadi contoh kota yang berbudaya sekaligus selamat dalam berkendara.***


© 2025 Dinas Perhubungan D.I. Yogyakarta. All Rights Reserved.