Yogyakarta - Demi mobilitas berkelanjutan, maka perlu merefleksikan perkembangan transportasi di DIY, khususnya dalam lima tahun terakhir. Hal tersebut disampaikan oleh Sumariyoto, Kepala Bidang Pengendalian Operasional dalam sa,butanya pada Sarasehan NGOPI (Ngobrol Perkara Transportasi) "Mobilitas Berkelanjutan Menuju Yogyakarta Istimewa, Refleksi 5 Tahun Transportasi DIY" pada Rabu (11/9/2024) di Aula Kantor Dishub DIY.
Sumariyoto menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak untuk mengatasi tantangan di sektor transportasi, seperti peningkatan jumlah kendaraan dan potensi kemacetan akibat infrastruktur baru.
"Meskipun sudah banyak kajian dari para ahli, baik akademisi maupun praktisi, persoalan transportasi tetap sangat dinamis dan selalu berkembang. Infrastruktur yang semakin maju, seperti jalan tol, menghadirkan tantangan baru, seperti potensi kemacetan dan kecelakaan. Oleh karena itu, tugas kita adalah melakukan langkah antisipasi dengan terus berkolaborasi," ujarnya.
Narasumber pertama Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Tory Darmantoro menyoroti, pentingnya memahami konsep mobilitas yang melampaui sekadar pergerakan fisik.
Mobilitas yang berkelanjutan, menurut beliau, harus mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
"Jika ketiga aspek ini diintegrasikan dalam perencanaan, masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari infrastruktur yang dibangun. Secara sosial, mereka juga tidak lagi dianggap sebagai bagian dari kegiatan ilegal, seperti keberadaan PKL yang tertata dengan baik. Selain itu, masalah lingkungan seperti sampah dan limbah juga dapat ditangani," ungkapnya.
Tory juga mengatakan, pendekatan pembangunan infrastruktur transportasi yang seringkali hanya berfokus pada fisik tanpa memperhatikan konteks sosial dan ekonomi. Akibatnya, infrastruktur yang dibangun seringkali tidak berfungsi optimal dan tidak berkelanjutan.
"Banyak kota yang membangun infrastruktur transportasi yang bagus, tetapi sering kali tidak ada perencanaan lebih lanjut. Setelah infrastruktur dibangun, beberapa bulan kemudian sudah tidak berfungsi maksimal karena hal-hal seperti pedagang yang kembali menempati jalur tersebut. Ini terjadi karena yang dibangun adalah transportasi, bukan mobilitas," tuturnya.
Anggota DPRD DIY Amir Syarifudin yang menjadi narasumber kedua mengatakan, pentingnya meningkatkan kualitas infrastruktur transportasi.
"Memasuki refleksi 5 tahun transportasi di DIY, kita perlu melihat faktor-faktor pendukung yang membuat kita harus mendorong transportasi, termasuk transportasi massal.
Salah satu faktor pendukung adalah kualitas infrastruktur yang sebagian besar sudah cukup bagus. Namun, perlu ada peningkatan di berbagai aspek. Misalnya, untuk meningkatkan pelayanan di sektor transportasi dan wisata, kita harus memastikan transportasi yang disediakan bisa mencerminkan identitas daerah dan mendukung sektor pariwisata. Hal ini penting untuk memperkuat keistimewaan Yogyakarta," ucapnya.
Amir juga mengusulkan agar peringatan Hari Perhubungan Nasional di DIY perlu ada sentuhan budaya untuk penanda Yogyakarta sebagai daerah istimewa dan lebih dekat dengan masyarakat.
"Dalam peringatan Hari Perhubungan Nasional ini, mungkin kita bisa mengemas kegiatan Harhubnas dengan budaya, misalnya dengan sosialisasi transportasi yang aman dan berbudaya. Melalui pendekatan budaya seperti wayang, kita bisa memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang transportasi kepada masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa," katanya.
Di kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Janabadra Nindyo Cahyo Kresnanto memaparkan tantangan yang dihadapi Yogyakarta berasal dari dalam dan luar Yogyakarta.
"Pertama, ada pengaruh dari dalam, yang bisa disebut sebagai internal influence, dan yang kedua ada pengaruh dari luar. Kalau pengaruh dari luar itu nanti salah satunya ya terkait pembangunan jalan tol," ungkapnya.
Nindyo memprediksi pada 2030 Yogyakarta akan menjadi daerah macet seperti Jakarta karena setiap orang di DIY akan memiliki minimal satu motor disebabkan kepemilikan sepeda motor di DIY tumbuh sebesar 7,4% per tahun.
"Pada 2024 ini, terdapat 2,8 juta sepeda motor dan 433.000 kendaraan roda empat, sementara jumlah penduduk DIY tahun 2023 mencapai 3,7 juta jiwa. Artinya, sekitar 75% penduduk DIY memiliki sepeda motor, sedangkan kepemilikan mobil mencapai 11,53%," katanya.
Nindyo menyampaikan, pertumbuhan kepemilikan kendaraan terus meningkat, jaringan jalan tidak berkembang signifikan.
"Pertumbuhan jalan hanya sekitar 0,2% per tahun. Bahkan, mungkin akan ada bayi yang naik motor atau orang tua berusia 90 tahun yang masih berkendara dengan motor. Ini prediksi yang mungkin terwujud, mirip dengan Jakarta, di mana kepemilikan kendaraan pribadi bisa mencapai 130% dari jumlah penduduknya," jelasnya.
Dalam paparannya, Akademis UGM Mukhammad Rizka Fahri Amrozi fokus pada pergeseran paradigma dalam pendekatan keselamatan transportasi. Jika sebelumnya fokus pada pengurangan jumlah kecelakaan, kini perhatian lebih tertuju pada pencegahan fatalitas.
"Ke depannya, kita tidak lagi berbicara soal jumlah kecelakaan, tetapi lebih pada fatalitas. Berapa banyak korban jiwa dan luka berat yang terjadi. Kecelakaan sendiri tidak masalah jika tidak menyebabkan kematian atau cedera serius. Jadi fokus kita bukan pada mencegah kecelakaan kecil, tapi mencegah kecelakaan yang fatal," ungkapnya.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan Keselamatan transportasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan sektor swasta, akademisi, dan masyarakat.
"Poin terakhir yang ingin saya sampaikan adalah bahwa keselamatan transportasi adalah tanggung jawab bersama. Kita harus berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta, untuk memastikan program keselamatan berjalan efektif. Jangan hanya fokus pada hasil program, tetapi juga dampaknya terhadap penurunan angka fatalitas," ucapnya.
Wawasan berbeda disampaikan Akademisi Atmajaya Okkie Putriani yang membahas pengelolaan Big Data dalam memahami pola mobilitas manusia.
Okkie menjelaskan bahwa data yang kita hasilkan sehari-hari, seperti saat bermain game, menggunakan Google Maps, atau WhatsApp, sebenarnya bisa digunakan untuk menganalisis pergerakan manusia secara massal.
"Contohnya, jika menggunakan Google Maps, perjalanan Anda akan tercatat, mulai dari rumah ke kantor, dari kantor ke kafe, dan seterusnya. Semua data ini bisa digunakan untuk analisis pergerakan.
Analisis pergerakan ini bisa sangat berguna. Misalnya, pada saat mudik, kita bisa mengetahui jalan mana yang perlu diantisipasi untuk mengurangi kemacetan," katanya.
Okkie menambahkan potensi penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam bidang transportasi yang bisa didapatkan dari data CCTV ATCS.
"Dari analisis data seperti ini, kita bisa melihat pola-pola yang muncul. Dengan bantuan big data, kita bisa mengembangkan analisis yang lebih mendalam, termasuk dalam hal mobilitas. Misalnya, kita bisa mengetahui kapan waktu tersibuk di jalan raya, kapan volume kendaraan berkurang, dan sebagainya," ujarnya.
Sementara itu, Tim Ahli Pustral UGM Ikaputra mengatakan Yogyakarta telah memulai langkah-langkah menuju kota berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah pengembangan kawasan Malioboro yang ramah pejalan kaki dengan trotoar yang diperlebar.
"Selain itu, Yogyakarta juga sedang beralih ke transportasi publik yang hemat energi dan rendah emisi karbon. Transportasi berbasis kereta api diharapkan menjadi tulang punggung sistem mobilitas kota ini. Stasiun-stasiun seperti Lempuyangan, Tugu, dan Maguwo akan menjadi pusat mobilitas yang menghubungkan Yogyakarta dengan kawasan sekitarnya," katanya
Ikaputra melanjutkan, Yogyakarta telah memiliki masterplan agar mobilitas dan transportasi di Yogyakarta tidak terdampak buruk karena adanya jalan tol.
"Yogyakarta sudah mempersiapkan itu semua, bahkan sudah disetujui Ngarsa Dalem bahwa nantinya semua kendaraan berhenti di luar Kota Yogyakarta," ucapnya.
Sarasehan NGOPI (Ngobrol Perkara Transportasi) "Mobilitas Berkelanjutan Menuju Yogyakarta Istimewa, Refleksi 5 Tahun Transportasi DIY" dalam rangka memperingati Hari Perhubungan Nasional 2024.
Kegiatan ini dihadiri secara daring dan luring oleh berbagai pihak, mulai dari insan perhubungan, akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat.***